Sejarah Krisis Malaise: Fakta, Penyebab dan Pulihnya Ekonomi

Krisis malaise di Amerika Serikat adalah depresi ekonomi yang melanda dunia selama 10 tahun. Depresi ekonomi in dimulai di Amerika Serikat pada tanggal 24 Oktober 1929 dan dikenal dengan istilah “Black Thursday”. Dalam kurun waktu hanya empat hari, harga saham menurun sebesar 22% dan membuat negara Amerika mengalami kerugian sebesar 36 miliar dolar (setara dengan 396 miliar sekarang). Kerugian yang diakibatkan oleh depresi ekonomi ini lebih parah dari kerugian yang diakibatkan oleh perang duni pertama. Keruntuhan pasar saham tidak pulih bahkan setelah perang dunia kedua. Para ahli sejarah menyebutkan depresi eknomi 1929 sebagai depresi ekonomi terbesar pada abad 20.

Keruntuhan  ekonomi terburuk dalam sejarah dunia industri ini berlangsung dari 1929 hingga 1939. Kejadian dimulai setelah jatuhnya pasar saham pada bulan Oktober 1929, yang membuat Wall Street panik dan mebangkrutkan jutaan investor. Selama beberapa tahun berikutnya, pengeluaran konsumen dan investasi menurun, menyebabkan penurunan tajam dalam output industri dan lapangan kerja karena perusahaan-perusahaan yang bngkrut memberhentikan pekerjanya. Pada tahun 1933, ketika Krisis Malaise mencapai titik terendah, sekitar 15 juta orang Amerika menganggur dan hampir setengah bank negara bangkrut.

Sejak duni ditimpa Covid 19 dai awal Maret 2020, banyak masyarakat penasarana apakah dunia dan Indonesia khususnya akan mengalami krisis malaise yang pernah terjadi di Amerika . IMF juga menyebutkan bahwa pandemi corona (COVID-19 dapa membuat dunia akan menghadapi krisis terburuk mirip dengan krisis malaise. Namun, bukan berarti Covid 19 tidak akan berakhir, silahkan baca juga ulasan tentang kapan Covid 19 akan berkhir. Apa sebenarnya penyebab krisis maialise? bagaimana kondisi ekonomi pada saat itu dan apa yang menyebabkan berakhirnya krisis. Mari simak ulasan berikut.

Penyebab Krisis Malaise

Sepanjang tahun 1920-an, ekonomi Amerika Serikat berkembang sangat pesat, dan total kekayaan negara pada saat itu lebih dari dua kali lipat antara 1920 dan 1929. Periode ini dijuluki “Roaring Twenties.”

Pasar saham yang berpusat di New York Stock Exchange di Wall Street di New York City membuat spekulasi yang keliru dan gegabah. Sehingga setiap orang dari milyarder kaya hingga petugas kebersihan menginvestasikan tabungan mereka ke dalam pasar saham. Akibatnya, pasar saham mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus 1929.

Pada saat itu, produksi telah mulai menurun dan pengangguran semakin meningkat sementara harga saham jauh lebih tinggi dari nilai sebenarnya. Selain itu, upah pekerja Amerika pada waktu itu juga rendah, utang konsumen meningkat, sektor pertanian dari ekonomi bermasalah karena kekeringan dan penurunan harga makanan dan bank memiliki kelebihan pinjaman besar yang tidak dapat dilikuidasi.

Ekonomi Amerika kemudian memasuki resesi ringan selama musim panas 1929, ketika belanja konsumen melambat dan barang yang tidak terjual mulai menumpuk, yang pada akhirnya memperlambat produksi pabrik. Meskipun demikian, harga saham terus naik. Dan pada musim gugur tahun 1929, harga saham telah mencapai level yang sangat tinggi dan tidak masuk akal lagi dari segi harapan pendapatan masa depan.

Penabung menarik uang di american union bank
Penabung menarik uang di american union bank

7 Penyebab Krisis Malaise

Anna Filed dalam sebuah artikel di situs Bussiness Insider menyebukan paling sedikit ada 7 penyebab terjadinya krisis malaise di Amerika serikat. Berikut daftar singkatnya:

  1. Ledakan spekulatif di tahun 1920-an
  2. Jatuhnya pasar saham tahun 1929
  3. Kelebihan suplai dan kelebihan produksi
  4. Permintaan rendah, pengangguran tinggi
  5. Salah langkah oleh Federal Reserve
  6. Tanggapan presiden yang terbatas
  7. Tarif yang tidak tepat waktu

Mari kita bahas lebih mendalam mengenai penyebab Krisis Malaise di atas

1. Ledakan spekulatif di tahun 1920-an

Siapapun yang pernah membaca buku novel “the great gatsby” atau nonton film “Chicago” pasti tahu periode yang sering disebut senagai “roaring twenties” sebelum terjadinya krisis malaise. GDP pada saat itu tumbuh sebesar 4.7% sedangkan tingkat pengangguran rata-rata 3,7%. Dari tahun 1920 hingga tahun 1929, total kekayaan di Amerika Serikat meningkat lebih dari dua kali lipat, dan penduduk Amerika mulai berinvestasi di pasar saham secara besar-besaran.

Tapi semua ini sebenarnya tidak mewakili keadaan sebenarnya. Hutang konsumen meningkat, dan perusahaan juga memperpanjang masa pinjaman sendiri. Lembaga keuangan menjadi sangat terlibat dalam spekulasi pasar saham. Dalam beberapa kasus, mereka menciptakan “anak perusahaan” sekuritas dengan broker mereka sendiri diam-diam menjual saham mereka sendiri – konflik kepentingan terlihat jelas pada masa itu.

Peraturan yang lemah membuka jalan terjadinya spekulasi gila-gilaan di bursa saham. Banyak investor tidak meneliti perusahaan yang akan diinvestasikan dan tidak membeli saham berdasrkan pengetahuan dan perkiraan Mereka hanya mengundi nasib dan berharap saham akan terus naik.

Parahnya lagi, banyak orang membeli saham dengan margin, umumnya hanya membutuhkan 10% kenaik dari harga saham untuk melakukan pembelian (tanpa menyadari bahwa mereka akan kerugian jika jika harga saham turun). Pada gilirannya, tejadilah inflasi dimana saham dijual dengan harga lebih tinggi daripada kenyataan pendapatan aktual perusahaan mereka.

Meski begitu, pasar saham terus menguat sampai Oktober 1929, ketika semuanya runtuh.

2. Jatuhnya pasar saham tahun 1929

Menyusul situasi pasar yang mulai memanas, investor yang berpengalaman mulai “mengambil untung” pada musim gugur 1929. Sehingga harga saham mulai tersendat.

Saham pertama kali jatuh pada tanggal 24 Oktober 1929, ketika pasar dibuka 11% lebih rendah dari hari sebelumnya. Setelah “Black Thursday” ini, mereka berunjuk rasa sebentar. Tapi harga turun lagi pada hari Senin berikutnya. Banyak investor tidak dapat melakukan margin call mereka. Kepanikan grosir mulai terjadi, menyebabkan lebih banyak penjualan saham. Pada hari “Black Tuesday,” tanggal 29 Oktober, investor melepas jutaan saham – dan terus menjualnya. Padahal tidak ada pembeli.

Dari tahun 1929 hingga Juli 1932, pasar kehilangan lebih dari 85% nilainya. Dow Jones Industrial Average merosot dari tertinggi 1929 di harga 381,17 ke level 41,22 pada 1932.

3. Kelebihan suplai dan kelebihan produksi

Produksi massal mendukung ledakan konsumsi tahun 1920-an. Tetapi kejadian ini juga menyebabkan terjadinya kelebihan produksi di sebagian besar sektor bisnis. Bahkan sebelum terjadinya krisis, perusahaan produksi mulai harus menjual barang dengan kerugian.

Krisis serupa terjadi di bidang pertanian. Selama Perang Dunia I, para petani membeli banyak mesin untuk meningkatkan produksi. Pembelian mesin yang mahal ini membuat mereka berhutang. Namun, dalam ekonomi pasca perang, mereka akhirnya menghasilkan produksi yang jauh lebih banyak daripada yang dibutuhkan konsumen. Nilai tanah dan tanaman pun anjlok.

Hal ini mengakibatkan jatuhnya harga, komoditas pertanian dan industri, yang menghancurkan keuntungan dan merugikan perusahaan yang sudah terlalu besar.

4. Permintaan rendah, pengangguran tinggi

Banyaknya perusahaan yang merugi membuat mereka terpaksa memangkas produksi dan memecat banyak pekerja. Konsumen yang hutangnya membengkakpun mulai tidak membeli lagi. Hal ini semakin memperburuk keadaan membuat banyak perusahaan yang bankrut atau terpaksa memangkas pekerja. Pada puncak krisis tahun 1933, tingkat pengangguran mencapai 24,9%. sekitar 15 juta orang Amerika mengangur dari populasi penduduk sebesar 125,6 juta pada saat itu. Dan angka pengangguran masih hampir 19% pada tahun 1939.

Sepanjang tahun 20-an, bank mulai tidak bertanggung jawab dengan membiarkan suku bunga mereka rendah. Bahkan Federal Reserve pun lebih dari itu. Oleh karena itu, banyak ekonom dan sejarawan sekarang berpikir. “Krisis malaise ini adalah tanggung jawab Federal Reserve,” [Federal Reserve adalah sama seperti Bank Indonesia di negera kita]. kata Aleksandar Tomic, direktur program Master of Science di bidang ekonomi terapan di Boston College.

5. Federal Reserve salah langkah

Dengan mempertahankan suku bunga rendah pada awal hingga pertengahan 1920-an, Federal Reserve berkontribusi pada ekspansi pasar yang membawa kepada krisis malaise. Kemudian, setelah krisis, Fed justru melakukan hal yang tidak disarankan sama sekalai oleh para ekonom hari ini. Alih-alih menurunkan suku bunga, The Fed malah menaikkannya dan menggandakannya pada tahun 1931 dari level sebelum krisis. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadi peminjaman. Sebuah spekulasi liar yang mendorong pasar menggelembung, lalu meledak pada saat itu.

Fed menerapkan kebijakan “likuidasi” yang dicanangkan oleh Menteri Keungan Andrew Melon pada saat itu yang mengakibatkan bankrutnya bank-bank di Amerika. Ide awalnya, likuidasi bertujuan untuk membersihkan institusi keuangan yang tidak bertanggung jawab sehingga akan terbentuk seuatu sistem bank yang kuat. Namun ternyata dalam kenyataanya bukan institusi keuangan yang tidak bertanggung jawab yang terkena dampak. Malah bank-bank kecil yang bankrut dan menghilangkan pinjaman jutaaan orang.

Runtuhnya Pasar Saham

Pada 24 Oktober 1929, para investor yang gugup mulai menjual saham-saham mahal secara massal. Keruntuhan pasar saham yang ditakutkan sekelompok orang akhirnya terjadi. Sebnyak 12,9 juta saham diperdagangkan pad hari itu, yang dikenal sebagai “Black Thursday”.

Lima hari kemudian, pada tanggal 29 Oktober atau “Black Tuesday,” sekitar 16 juta saham diperdagangkan setelah gelombang kepanikan kdeua menyapu Wall Street. Jutaan saham berakhir tidak berharga, dan para investor yang telah membeli saham  dengan uang pinjaman mengalami kerugian besar.

Seiring kepercayaan pasar berkurang dan hilang karena turunhnya harga saham, menurunnya pengeluaran masyarakat mengakibatkan banyak perusahaan dan bisnis menurunkan aktifitas produksi dan para pekerja pun mulai di PHK. Masyarakat yang masih beruntung memiiki pekerjaan pun gajinya sangat rendah dengan daya beli yang melemah.

Warga amerika yang terpaksa membeli dengan kreditpun mulai menumpuk hutang dan jumlah penyitaan dan pergantian hak milik usaha meningkat sedikit demi sedikit. Kesepakatan negara di dunia untuk membeli emas dengan harga tukar uang yang tetap mengakibatkan depresi ini merambas ke negara-negara lain khususnya di benua Eropa.

Larinya Bank dan Masa Pemebrintahan Herbert Hoover

Meskipun presiden Herber Hoover dan jajarannya menjamin depresi akan segera berakhir, masalah semakin rumit selama tiga tahun selanjutnya. Pada tahun 1930, 4 juta orang Amerika pencari kerja tidak bisa mendapatkan kerja dan jumlah pencari pekerja meningkat hingga 6 juta orang di tahun 1931.

Di sisi lain, aktifitas produksi negara Amerika sudah turun sebnyak setengahnya. Antrain untuk roti, dapur-dapur sup dan jumlah peminta-minta pun menjadi semakin banyak di kota maupun desa-desa di Amerika. Para petani tidak sanggup membiayai biaya panen dan terpaksa meninggalkan lahan mereka membusuk sedangkan orang lain di seluruh Amerika kelaparan Pada tahun 1930 kekeringan melanda daerah selatan Amerika, membawa angin dan debu dari Texas hingga ke Nebraska yang membunuh orang dan ternak sertamenghancurkan tanaman. Hamparan debu di desa-desa menyebabkan banyak orang berangkat dari wilayah pertanian ke kota-kota untuk mencari kerja.

Masyarakat Amerika makan sup di dapur umum di masa krisis malaise.
Masyarakat Amerika makan sup di dapur umum di masa krisis Malaise.

Pada musim gugur 1930, gelombang kepanikan di sektor perbankan dimulai. Banyak investor hilang kepercayaan akan kemampuan bank mengembalikan hutang dan mulai meminta deposito dalam bentu cash. Bank-bank pun terpaksa mencairkan pinjamannya untuk menutupi kekurangan cadangan uang yang ada di kantor bank.

Larinya bank mulai menyapu Amerika lagi pada musim semi dan gugur tahun 1931 dan musim gugur 1932. Pada awal tahun 1933 ribuan bank di Amerika tutup.

Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah Hoover mencoba membantu bank dan institusi keuangan lain yang bangkrut dengan membirkan pinjaman dari pemerintah. Tujuannya adalah agar bank bisa memberi pinjaman untuk usaha-usaha dengan harapan usaha yang baru nantinya bisa merekurt pekerja.

Masa Pemerintahan Roosevelt.

Leave a Comment